Nur Alam Bicara Soal Mafia Tambang: Taruhan Penjara atau Nyawa

Nur Alam

Sebuah penelitian yang dimuat dalam Journal of Public Economics yang disusun oleh Gianmarco Daniele (peneliti pasca doctoral di bidang ekonomi di Universitas Bocconi) bersama ilmuwan ilmiah Universitas Pennsylvania, Gemma Dipoppa menemukan bahwa mafia di Italia seringkali mengancam politisi untuk mendapatkan kontrak pemerintah yang membayar mahal untuk pengelolaan limbah, konstruksi, dan layanan publik lainnya. Politisi individu yang mengancam kepentingan bisnis tersebut dapat berada dalam bahaya. Serangan fisik, pembakaran, dan ancaman adalah taktik favorit mafia.

Menariknya, satu hal yang disajikan dengan tepat oleh film maker Hollywood adalah gagasan bahwa jaringan kriminal Italia cukup kuat mengancam pemerintah, dan risiko tertingginya ada pada pejabat pemerintah lokal.

Sejak saya di Sukamiskin, saya jadi punya banyak waktu untuk merenung. Bahkan sesekali flashback ke masa-masa saat masih menjabat sebagai Gubernur. Tampak jelas ada konsekuensi jabatan yang membuat saya berisiko menjadi sasaran kejahatan mafia seperti yang ada di film-film. Dan saya pun jadi “curiga” jangan-jangan saya adalah korban dari sebuah konspirasi yang dilakukan oleh kelompok kejahatan yang terorganisir serupa film
mafia produksi Hollywood.

Kalau politik tampak sebagai pekerjaan yang sangat berbahaya, saya khawatir akan banyak orang-orang yang potensial, kompeten, berkualitas, dan berpendidikan tinggi akan berkecil hati untuk mencalonkan diri menjadi pemimpin daerah.

Risiko Jabatan
Kematian Wakil Bupati Sangihe, Helmud Hontong pada Rabu (9/6/2021) yang menjadi pembicaraan hangat dan diberitakan oleh berbagai media membuat saya terusik dan lagi lagi merenung lalu flashback. Kematiannya yang mendadak di atas pesawat saat perjalanan pulang dari Bali menuju
Manado via Makassar membuat masyarakat berspekulasi bahwa kematian laki-laki kelahiran 1962 itu tidak wajar, dan dikaitkan dengan sikapnya yang sangat tegas menolak keberadaan PT. Tambang Mas Sangihe yang beroperasi di Sangihe, Sulawesi Utara.

Polisi masih terus mengusut kematiannya. Namun, wajar atau tidak wajar kematian Wabup Sangihe, saya tahu betul bahwa memang ada bahaya besar yang mengintai di balik jabatan yang diemban oleh seorang pejabat daerah. Maka jangan heran kalau ada istilah yang berkembang di tengah masyarakat bahwa, ketika pejabat daerah berani menolak mafia maka taruhannya adalah nyawa atau penjara. Kecuali dia bersedia jadi bagian dari mafia.

Mari kita tengok lagi kasus yang masih menjadi pembicaraan hangat di kalangan masyarakat Sulawesi Tenggara yakni, ditetapkannya Kepala Dinas ESDM Provinsi Sultra sebabagai tersangka dalam kasus perizinan tambang PT. Toshida yang diduga merugikan negara sebesar Rp. 190 miliar.

Ada beberapa catatan yang hendak saya tekankan dari kasus tersebut. Yang utama adalah, penegak hukum kali ini harus benar-benar konsisten dalam melakukan penyelidikan secara menyeluruh. Karena, kasus (pelanggaran) pengusaha tambang di seluruh Indonesia khususnya di Sultra, problem dan karakteristiknya itu sama. Jadi, begitu menyentuh satu perusahaan itu artinya terjadi juga di perusahaan lain, kecuali mereka yang memang taat
pada aturan. Bagi yang tidak taat, dan kebanyakan justru yang tidak taat itu, pola dan modus operandinya pasti sama, karakteristik kegiatannya sama, objeknya sama, kerugiannya sama, kerugian lingkungannya sama, sasarannya juga sama (wilayah dan masyarakat). Yang membedakan hanya lokasinya.

Makanya saya minta, aparat hukum jangan tebang pilih. Mulailah dari hulu, yakni dari kabupaten. Sekarang memang sudah diambil (pejabatnya) dari provinsi, dan itu sudah bagus. Mengapa kabupaten? Karena sentral penyelenggaraan administrasi perizinan tambang adalah kabupaten. Baru pada tahun 2016-2017 ada perubahan Undang-Undang yang isinya adalah, kewenangan mengeluarkan IUP diserahkan ke provinsi, sebelum akhirnya dialihkan ke pusat lewat Undang-Undang Omnibus Law.