Heboh Kasus Toshida, Nur Alam Bicara Penyelamatan Nikel Sultra

Kasipenkum Kejati Sultra, Doddy, MH menuturkan bahwa sejak tahun 2010 PT. Toshida menambang berdasarkan IUP di Kecamatan Tanggetada, Kabupaten Kolaka. Berarti, pada 2010 itu yang menerbitkan IUP PT. Toshida adalah Kabupaten (bukan Provinsi). Dan, dugaan korupsi yang dilakukan oleh PT. Toshida adalah tidak membayarkan kewajiban kepada negara seperti membayarkan Penerimaan Negara Bukan Pajak dan Penggunaan Kawasan Hutan atau PNBP-PKH, abai membayar royalti, membayar Pajak Pertambahan Nilai (PPN), Corporate Social Responsibility (CSR) dan dana program Pengembangan dan Pemberdayaan Masyarakat (PPM).

Carut Marut IUP
Tahun 2008 (awal saya menjadi Gubernur), jumlah IUP di Sultra sebanyak 275. Namun, saat kewenangan berpindah ke pemerintah provinsi sesuai amanah UU 23 tahun 2014, jumlah IUP yang diserahkan pemerintah Kabupaten/Kota di tahun 2016 telah mencapai 528 IUP. Berarti, jumlah IUP meningkat tajam. Total luas wilayah IUP mencapai hampir 3 kali melebihi luas potensi kawasan yang mengandung deposit nikel di Sultra yakni 457.075 ha. Selisih antara luas potensi deposit nikel dengan banyaknya IUP yang dikeluarkan tentu menimbulkan berbagai pertanyaan terhadap motif penerbitan IUP yang dikeluarkan oleh Pemerintah Kabupaten/Kota.

Pada November 2013 saya membuat laporan yang isinya adalah, saya membuka semua persoalan menyangkut pertambangan dari hulu sampai hilir. Dari mulai proses persiapan izin sampai dengan penyimpangan di perpajakan, soal eksploitasi, penyimpangan di angkutan, di pelabuhan, dan lain-lain.

Selanjutnya, saya melakukan upaya untuk mengatasi carut marut penerbitan IUP dan pengelolaan lahan pertambangan. Salah satunya adalah dengan membentuk Tim Terpadu Pengawasan Pertambangan Mineral dan Batubara melalui Surat Keputusan Gubernur No. 661 Tahun 2013. Tujuannya adalah untuk mengetahui kepatuhan terhadap ketentuan peraturan perundangan di bidang pertambangan, kehutanan, lingkungan hidup, ketenagakerjaan, keuangan, dan perhubungan. Selain itu, juga untuk mengetahui aspek legalitas pemegang IUP, efektivitas pengawasan yang dilakukan oleh Pemerintah
Kabupaten/Kota terhadap perusahaan pemegang IUP, dan mencegah terjadinya kerugian negara melalui ketaatan dalam membayar kewajibannya bagi negara.

Tim Terpadu terdiri dari unsur pemerintahan dan penegak hukum yakni Gubernur, Kapolda, Kejati, Komandan Korem, Kepala BIN, jajaran Sekretariat Pemerintah, SKPD terkait, Direktur Reserse dan Kriminal Khusus Polda Sultra, Asisten Tindak Pidana Khusus Kejati Sultra, Pasi Intel Korem, Kepala Kantor Pelayanan Pajak Kendari, Kepala Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai, dan Kepala BPKH Wilayah XXII Kendari. Hal tersebut sejalan
dengan Kebijakan Pemerintah sesuai Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 yang melarang ekspor bahan mentah mulai tanggal 12 Januari 2014, yang ditindaklanjuti dengan Peraturan Menteri ESDM Nomor 28 Tahun 2013 Tentang Perubahan Kedua Peraturan Menteri ESDM Nomor 7 Tahun 2012.

Berdasarkan temuan Tim Terpadu, ada banyak aktivitas pertambangan yang melakukan pelanggaran dan penyimpangan. Dari 528 IUP yang diterbitkan, 456 IUP berada di Kawasan hutan, dan hanya 34 IUP yang memiliki Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan (IPPKH). Kondisi ini berarti sebanyak 422 IUP belum mendapat IPPKH namun tetap melakukan penambangan dan hal itu ternyata dibiarkan saja oleh Pemerintah Kabupaten/Kota. Mengapa terjadi
demikian? Patut diduga ada “main mata” antara pengusaha tambang dengan Pemerintah Kabupaten/Kota. Bahkan dalam beberapa hal Kementeran ESDM bisa jadi terlibat juga, seperti pelaksanaan pelelangan di Kabupaten Kolaka yang saat itu belum ada peraturan perundangan yang mengaturnya.

Penyimpangan juga ditemukan menyangkut administrasi dan legalitas yang meliputi prosedur perizinan yang tidak dipatuhi, tahapan kegiatan tidak berjalan sesuai ketentuan, termasuk pengurusan IPPKH sebelum dilakukan penambangan ore nikel bahkan setelah pasca tambang tidak dilakukan reklamasi.

Belum lagi masalah tumpang tindih wilayah pertambangan, dan juga tidak adanya Rencana Kerja, Anggaran Biaya dan Laporan triwulan serta laporan tahunan. Selain itu, beberapa perusahaan mengajukan izin ekspor menggunakan legalitas IUP lain, karena dia tidak memiliki CnC dan tidak ada persetujuan ekspor.

Ditemukan pula adanya pelanggaran keuangan yang dilakukan oleh perusahaan tambang sehingga menyebabkan kerugian negara akibat tidak terbayarnya kewajiban para pemegang IUP kepada negara yang bersumber dari pajak alat berat, PBB Pertambangan, dan royalti dan iuran tetap (Landrent).